Di Salareh Aia, delapan hari bukan lagi hitungan waktu. Ia menjadi ruang panjang yang dipenuhi kehampaan, gelap, dan kecemasan yang tidak pernah benar-benar reda. Setelah banjir bandang dan tanah longsor meluluhlantakkan pemukiman, memutus jalan, menghanyutkan rumah, dan merenggut nyawa, kini warga harus menghadapi dua kehilangan paling mendasar, yakni listrik dan air bersih.
Malam-malam menjadi begitu pekat hingga suara sungai dan angin terdengar lebih nyaring daripada nafas sendiri. Tidak ada lampu untuk mengusir gelap, tidak ada air mengalir untuk memasak atau membersihkan tubuh, dan tidak ada kepastian kapan kehidupan bisa kembali pada bentuk yang dulu mereka kenal. Untuk sekedar mendapatkan cahaya pun, warga kembali pada lampu togok dari minyak tanah. Cara lama yang sudah mulai asing, namun itulah satu-satunya harapan yang ada.
Di usia lebih dari 80 tahun, Nek Kasmaniar menjadi gambaran paling sederhana tentang luka yang tidak terlihat. Setiap malam, ia menyalakan lampu togok kecil untuk menemani sunyinya. Tidak ada kilau listrik, tidak ada suara televisi, hanya cahaya kuning yang bergetar di antara bayang-bayang dinding rumah yang masih berdiri seadanya.
Ketika Hidup Berjalan Tanpa Air dan Harapan Mulai Menipis

Jika gelap melumpuhkan malam, tidak adanya air bersih melumpuhkan seluruh hari. Kran yang biasanya mengalir kini mati total. Setiap ember air menjadi barang berharga. Keluarga-keluarga terpaksa membuat pilihan sulit, apakah air akan digunakan untuk memasak, mencuci, atau membersihkan tubuh anak-anak yang mulai kelelahan dengan kondisi darurat?
Dan di antara semua itu, ketidakpastian menjadi beban yang paling berat. Ketidakpastian kapan listrik menyala, kapan air kembali mengalir, kapan kehidupan berhenti bergantung pada lampu togok dan bantuan yang datang setetes demi setetes.
Di titik inilah, Salareh Aia membutuhkan lebih dari hanya simpati. Mereka membutuhkan bantuan nyata. Bantuan yang menjadi cahaya lain selain listrik, bantuan yang menjadi sumber kehidupan selain air bersih. Dan setiap dukungan yang kita berikan hari ini, bukan hanya meringankan beban mereka, tetapi menjadi tanda bahwa mereka tidak sendirian menghadapi gelap berkepanjangan. Bahwa ada tangan-tangan yang masih peduli, ingin menerangi, dan ingin memastikan mereka tetap bisa bertahan sampai hari kembali terang.
Jika mereka sedang berjuang melewati malam tanpa cahaya, semoga bantuan kita menjadi pelita yang tidak padam. Klik disini untuk ikut menyalakan cahaya bantuan untuk saudara kita disana. Karena setiap uluran tangan yang kita berikan adalah cahaya kecil yang bisa menghangatkan harapan mereka kembali.

