“Rumah jadi ramai, Abah juga banyak dibantu untuk bersih-bersih dan masak,” ucap Abah Apuni, lelaki 88 tahun yang kini membuka rumahnya bagi para pengungsi. Di rumah kecil yang biasanya ditempati hanya oleh beliau dan istrinya, kini tinggal tiga hingga empat kepala keluarga yang kehilangan tempat tinggal. Dalam keterbatasan, Abah menyediakan ruang lebih luas dari hatinya daripada yang bisa disediakan oleh bangunan itu sendiri. Senyumnya menghangatkan ruangan yang kini penuh cerita, trauma, dan secuil harapan untuk memulai lagi dari awal.
Jorong Labuah menjadi salah satu wilayah terdampak paling parah dari galodo alias banjir bandang yang melanda Kabupaten Agam. Sebanyak 48 rumah warga hancur menyisakan puing yang bercampur lumpur dan ingatan pahit yang belum selesai mereka pahami. Empat orang meninggal dunia saat kejadian, disusul satu lagi yang menghembuskan nafas terakhirnya di pengungsian.
Bukan hanya rumah yang hilang. Masjid Al Ikhsan dan tiga mushala lainnya roboh, meninggalkan kubah yang berdiri sendiri di tengah reruntuhan. Sementara itu, SDN 14 Labuah terendam lumpur setinggi dua meter. Kerusakan yang terjadi bukan hanya fisik saja. Akses menuju Jorong Labuah benar-benar terputus setelah dua jembatan utama yaitu Jorong Bancah dan Jembatan Kukuban runtuh dihantam arus. Warga terjebak dalam wilayah yang terisolasi, menunggu bantuan yang tak mudah sampai.
Di Balik Setiap Bantuan yang Dibawa, Ada Nafas Hidup yang Ingin Dijaga

Di tengah kesulitan inilah Relawan Nusantara hadir pada 6 Desember 2025, menembus jalur danau sebagai satu-satunya jalan yang tersisa. Membawa ratusan kilogram beras dan ratusan paket selimut, serta puluhan paket baby kit dan dus air mineral. Bantuan yang menjadi nafas pertama setelah hari-hari tanpa kepastian.
Bantuan itu disambut dengan rasa syukur dan lega, khususnya di rumah Abah Apuni yang kini menjadi pusat pengungsian kecil di tengah kejadian. Di sana, warga saling menguatkan, berbagi makanan, dan menenangkan satu sama lain. Gotong royong hadir sebagai cara bertahan hidup paling nyata.
Namun pemulihan Jorong Labuah masih panjang. Ada rumah-rumah yang harus dibangun kembali, ada tempat ibadah yang perlu berdiri lagi, ada sekolah yang harus dibersihkan dan dihidupkan agar anak-anak kembali punya masa depan. Ada trauma yang harus dipeluk dan ketakutan yang perlu diredakan.

Di tengah semua itu, satu hal tetap sama, semangat warga yang tidak menyerah. Mereka bertahan dengan apa yang tersisa, berharap ada uluran tangan yang membuat beban mereka lebih ringan.
Itulah sebabnya setiap bantuan, sekecil apa pun, menjadi bukti dan penguat bahwa mereka tidak sendirian. Bahwa ada orang-orang di luar sana yang peduli, yang ingin melihat Jorong Labuah bangkit kembali. Ketika sebuah dusun yang porak-poranda bisa berdiri lagi, hal tersebut bukan hanya kemenangan bagi warga Labuah, tetapi kemenangan kemanusiaan kita bersama.
Klik disini untuk menjadi bagian dari perjalanan panjang pemulihan itu. Karena ketika satu wilayah kembali hidup, kehidupan banyak orang ikut pulih. Dan ketika kita membantu, kita menjadi bagian dari harapan yang tak bisa dihanyutkan ketika semuanya hanyut.

